Senin, 24 November 2008

Saya, Suami Saya dan PKNU



WIWIN PRIYANTI

Dalam sejarah perjalanan bangsa ini, telah digelar sembilan kali Pemilu, sejak Pemilu pertama Tahun 1955 sampai Pemilu kali kesembilan, Tahun 2004, Pemilu Kali ini adalah Pemilu yang ke sepuluh.........................
Tidak banyak yang tersimpan dibenak saya ketika saya membaca visi dan misi Partai Kebangkitan Nasional Ulama,
saya bertanya kepada suami saya Mahendra......Suamiku, Bolehkah saya nderekaken dawuh-nya para kyai dan bergabung dengan PKNU, jawab bapaknya anak-anak......Olih bae tapi sing bener, aja sedela-dela takon maring nyong,jajal duwe pemikiran dewek......nek salah toli mengko dibener'na, aja wedi salah....
Bissmilahirohmanirohim.....Saya Matur dengan Gus Arif,
Ketua Tanfidz DPC PKNU Purbalingga...Boleh Saya masuk Jadi Anggota PKNU............
Selamat Datang Di PKNU........jawab Gus Arif bijak.

Daerah Pemilihan 2 meliputi Kecamatan Kaligondang, Pengadegan, Kejobong merupakan daerah yang saya wakili untuk Pemilu Tahun 2009.
Saya pernah didawuhi oleh Ketua Dewan Syuro, Kyai Samsul Islam..............Dirikan Pondok Pesantren jika kelak terpilih............saya jawab Insya Allah Kyai...........karena apa......pendidikan agama islam sangat berarti bagi saya, juga berarti bagi kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Semoga saya dapat melaksanakan dawuh-nya para kyai..........dengan politiknya kyai.....................

KESADARAN PEREMPUAN UNTUK BERPOLITIK SEMAKIN MENINGKAT
Pengantar Visi dan Misi serta Program Kebijakan Sebagai Calon Anggota DPRD Kabupaten PurbalinggaWakil Dari PKNU Daerah Pemilihan Purbalingga 2
(Kaligondang, Pengadegan, Kejobong)

WIWIN PRIYANTI

Kampanye dan sosialisasi memang sudah dilakukan sejak awal Orde Baru. Maka dalam setiap periode pemilu semakin banyak perempuan yang berperan aktif dalam bidang politik. Dan pada puncaknya sekarang, pintu semakin terbuka lebar dengan adanya Undang-Undang Politik yang menetapkan kuota 30 persen untuk perempuan. Namun, tidak semua orang gembira menyambut kenyataan ini. Masih saja ada orang yang bersikap sinis dan mendengungkan bahwa perempuan-perempuan yang berkecimpung dalam bidang politik tidak menunjukkan kualitas yang baik. Pendapat semacam ini sungguh tidak berdasar dan lebih merupakan "teriakan" orang yang merasa terdesak, terutama kalangan laki- laki.

Pertama, kalangan laki-laki konservatif yang lebih suka melihat perempuan dengan fungsi tradisionalnya, yaitu mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Mereka menganggap bahwa politik adalah dunia laki-laki.

Kedua, kaum laki-laki yang merasa lahan garapannya dirambah orang lain. Mereka tidak suka mata pencahariannya berkurang.

Ketiga adalah kalangan laki-laki yang takut pada persaingan.

Dalam tiga dasawarsa ini semakin banyak perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi. Keinginan kaum perempuan meningkatkan kemampuan diri jelas memacu perempuan untuk melanjutkan pendidikan setinggi mungkin. Terutama setelah orangtua menyadari bahwa anak perempuan mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Namun, lembaga sekolah bukan satu-satunya sarana untuk meningkatkan kualitas. Di samping pendidikan, banyak pula yang mengasah diri dengan aktif di berbagai organisasi, sehingga mereka cukup berpengalaman dalam mengelola organisasi. Masih banyak lagi nama yang belum terlalu mencuat, tetapi sesungguhnya mereka mempunyai kualitas yang tinggi dan berpotensi sebagai pemimpin bangsa. Perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin partai tidak bisa dipilih sembarangan. Hanya sebagian kecil saja yang diangkat karena menyandang nama besar orang tua. Itu pun jika terbukti kurang memiliki kemampuan yang dibutuhkan partai maka tugas dan tanggung jawabnya dialihkan atau didelegasikan kepada orang lain. Selebihnya adalah kader partai yang memang menapak dari jenjang terbawah. Jika ia berhasil menunjukkan dedikasi yang tinggi maka perannya tentu menonjol dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan mendapat kepercayaan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. Jadi, dalam sistem organisasi yang sehat, tentu terjadi seleksi secara alami. Selama ini, dalam tubuh partai-partai besar juga terjadi seleksi internal. Sayangnya, beberapa partai peninggalan Orde Baru tidak obyektif dalam melakukan seleksi, mungkin karena masih kental dengan nepotisme. Siapa yang dekat dengan pimpinan akan lebih mudah naik jenjang.

PARTAI BARU BUKAN PARTAI KECIL
Sikap lebih demokratis justru diberikan oleh partai-partai yang lebih kecil, dengan menghidupkan persaingan yang sehat tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun. Partai-partai ini lebih melihat potensi perempuan sesuai dengan keahlian yang dimiliki masing-masing. Oleh karena itulah perempuan yang ingin menjadi pemula dalam dunia politik lebih sesuai untuk masuk ke dalam partai-partai tersebut agar bisa mengembangkan bakat dan kreativitasnya semaksimal mungkin. Apalagi tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks daripada partai-partai besar. Partai-partai kecil masih harus berjuang memperoleh pengakuan dari masyarakat, mencari pengikut dan sering kesulitan dalam pendanaan. Jika perempuan mampu mengatasi tantangan itu maka mereka mempunyai andil yang tidak sedikit dalam membesarkan partai. Perempuan-perempuan seperti inilah yang sangat potensial untuk menjadi pemimpin bangsa. Di mana pun ia ditempatkan ia akan mampu menyesuaikan diri dan memperlihatkan kinerja yang luar biasa. Kehadiran pemimpin-pemimpin perempuan membawa angin segar di Tanah Air. Bayangkan, kita sudah demikian jenuh dengan pola kepemimpinan yang sama selama puluhan tahun. Terutama karena kepemimpinan tersebut tidak membawa kemajuan yang signifikan bagi bangsa dan negara. Adanya pemimpin perempuan telah memberikan alternatif bentuk kepemimpinan dan dalam memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi Indonesia dewasa ini. Bagaimana pola kepemimpinan yang bisa diharapkan dari pemimpin perempuan? Pertama, lebih lembut. Perempuan memiliki sifat kelembutan yang dapat menggugah agar orang mengikuti kata-katanya. Tapi lembut bukan berarti tidak tegas. Segala peraturan bisa ditegakkan tanpa harus kelihatan garang. Misalnya, dalam menindak staf yang melakukan kesalahan tanpa membuat staf tersebut merasa terhina atau tersinggung. Kedua, kecerdasan yang dibarengi dengan naluri akan menghasilkan kejelian dalam memandang suatu persoalan, sehingga ia bisa menemukan cara yang lebih tepat untuk menyelesaikan persoalan. Ketiga adalah ketelitian. Perempuan biasanya mengurus segala sesuatu dengan sangat detil sampai hal yang terkecil. Sifat ini akan meminimalisasi kesalahan yang bisa terjadi, sehingga diharapkan setiap program yang menjadi tanggung jawabnya, akan sukses. Keempat adalah kejujuran. Kaum perempuan lebih suka bersikap jujur dan apa adanya. Sifat ini diperlukan untuk mengurangi kasus korupsi di negara kita. Tidak banyak perempuan yang mudah terjerumus ke dalam korupsi karena mereka lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan. Kaum perempuan bahkan tidak pernah berdiam diri dalam melihat persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Mereka yang telah menjadi pemimpin, memberikan sumbangsih pemikiran melalui lembaga-lembaga, baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif. Hanya hasil pemikiran itu tidak banyak diekpos atau dipublikasikan kepada masyarakat luas. Begitu pula dengan tindakan-tindakan proaktif yang langsung ke sasaran, berhasil mengurangi masalah yang menjadi beban masyarakat. Hal ini seharusnya membuktikan bahwa pemimpin perempuan mampu menawarkan solusi yang berbeda. Maka di masa-masa mendatang, sepantasnya negeri ini dikelola oleh lebih banyak perempuan.

Tidak ada komentar: